"Philosophy of Science: A Very Short Introduction" karya Samir Okasha
Samir Okasha adalah seorang Profesor Filsafat Sains yang terkenal dengan bukunya Philosophy of Science: A Very Short Introduction yang memberikan pengaruh besar terutama dalam bidang Sains. Dalam Karyanya, Samir memberikan penjelasan dengan ilmu filsafatnya tentang sains yang bisa mempengaruhi kehidupan. Berikut adalah ringkasan dari konsep utama yang dibahas dalam buku tersebut.
Bab 1: Apa itu Ilmu Pengetahuan?
Okasha memulai dengan
pertanyaan mendasar mengenai
apa itu ilmu pengetahuan? Dia menjelajahi berbagai definisi, mengeksplorasi masalah
demarkasi, membedakan
ilmu pengetahuan dari bukan ilmu pengetahuan.
Diskusinya tentang kriteria falsifikasi Karl Popper dan pergeseran paradigma
Thomas Kuhn memberikan pemahaman yang kaya akan metodologi ilmiah.
Dalam bab ini, Okasha mengajak para pembaca untuk memahami hakikat sains sebagai ilmu pengetahuan. Salah satu pembeda antara ilmu sains dan non sains, sebagaimana dipaparkan pada mukadimah bab ini, adalah penggunaan penelitian (namun tidak semua ilmu sains bersifat eksperimental: contohnya astronomi).
Asal mula sains
modern berasal dari sebuah masa diantara tahun 1500 sampai 1750, yang dikenal sebagai revolusi ilmiah. Tentu saja pasa masa kuno dan abad pertengahan,penelitian sains juga dilakukan walau tak semasif linimasa yang disebutkan
di atas.
Pada masa awal perkembangan sains,pola pandang global yang berkembang saat itu adalah Aristotelianisme (yang bersumber dari seorang filsuf bernama Aristoteles). Pola pikir ini menitikberatkan pada beberapa bidang sains seperti :
fisika, biologi, astronomi,dan kosmologi. Namun,teori ini dapat saja terlihat janggal dalam sains
modern. Contohnya adalah
teorinya tentang elemen
penyusun bumi yang hanya terdiri
dari air,api,tanah dan udara (yang tentu berlawanan dengan apa yang dipelajari di sains modern).
(ATAS: teori Ptolemy mengenai geosentrisme atau bumi sebagai pusat tata surya. Teori ini menuai kontroversi karena penemuan dari Copernicus bahwa Bumi mengorbit terhadap matahari. BAWAH : teori Heliosentrisme oleh Copernicus. Sumber gambar : https://en.m.wikipedia.org/wiki/Heliocentrism)
Tahap pertama yang kemudian menjadi titik nol perkembangan sains modern adalah revolusi copernicus yang memaparkan tentang matahari sebagai pusat tata surya (berbanding dengan teori ahli sebelumnya,Ptolemy, yang memaparkan teori bumi sebagai pusat tata surya).
Teori Copernicus mengenai Heliosentrisme memang tak secara langsung berkontribusi pada perbaikan astronomi, namun menjadi dasar perkembangan penelitian dari Galileo dan Keppler mengenai astronomi dan fisika.
Dalam biologi,Charles Darwin menjadi pelopor dalam teori evolusi yang menjadi dasar perkembangan biologi molekuler oleh Watson dan Crick pada tahun 1953.
Beberapa hal yang dipaparkan di atas adalah contoh dari perkembangan sains kognitif yang walaupun masih terbilang baru (30 tahun) namun memiliki prospek untuk mengetahui cara kerja sebuah paradigma atau pola pikir.
Pada bab pertama ini juga dibahas mengenai perbedaan sains dan pseudosains. Karl Popper,seorang filsuf sains pada abad ke 20,memaparkan ciri pseudosains yaitu teori yang tidak bersifat falsifiable atau dapat diuji berdasarkan pengalaman. Menurut pemaparan Popper, beberapa 'teori ilmiah' tidak memenuhi kriteria di atas; sehingga teori-teori tersebut dapat dikategorikan sebagai pseudosains.
Salah satu contoh
pseudosains yang dibahas
buku ini dari
sudut pandang Popper adalah teori psikoanalisis Freud. Sebab, teori tersebut masih dapat diperbandingkan dengan pengalaman lainnya. Begitu juga dengan teori Karl Marx mengenai
sejarah sosialisme dan komunisme yang penjelasannya bersifat ad hoc atau "dibentuk atau
dimaksudkan untuk salah
satu tujuan saja" atau sesuatu yang "diimprovisasi".
Demarkasi ini bukannya tanpa halangan, sebab ada pemaparan yang menyatakan bahwa sains adalah aktivitas yang heterogen dan meliputi pembahasan disiplin ilmu yang beragam.
Bab 2: Bisakah Kita Membenarkan Ilmu Pengetahuan?
Dalam bab ini, Okasha menyelami aspek epistemologis ilmu pengetahuan. Dia menguji tantangan yang ditimbulkan oleh skeptisisme filosofis dan menjelajahi
pendekatan yang berbeda untuk membenarkan pengetahuan ilmiah. Bagian tentang
induksi versus deduksi
sangat mencerahkan, meskipun
mungkin membutuhkan pembacaan
yang cermat bagi mereka yang tidak akrab dengan konsep-konsep ini.
Secara keseluruhan, bab ini memberikan eksplorasi yang memancing pikiran tentang dasar-dasar pengetahuan ilmiah.
Salah satu hal yang menarik dan wajib kita pahami adalah bagaimana cara kerja logika deduksi dan induksi; dalam pemaparan ini penulis menggunakan contoh dari peristiwa sehari-hari.
(Gambar di atas adalah contoh ilustrasi dari pemaparan logika berpikir induktif dan deduktif. Sumber gambar: Thumbnail Youtube Simplyinfo)
Logika induktif adalah cara berpikir yang diawali dengan mengamati pola
(observasi),kemudian membuat generalisasi (mengambil kasus spesifik kemudian
mengaplikasikan logika umum), dan ditutup dengan pembuatan teori berdasarkan hasil observasi.
Contoh logika induktif dalam kehidupan sehari-hari yang dapat kita amati adalah:
1. Pembuatan keputusan apakah kita harus berangkat kerja pada jam X atau
tidak,berdasarkan pengamatan pola kemacetan di jalan lewat aplikasi peta daring.
2. Perubahan waktu rapat atau format/bentuk rapat , berdasarkan tingkat energi karyawan
3. Penentuan pemberian insentif berdasarkan pengamatan dari kinerja tim dalam perusahaan.
Logika deduktif adalah cara berpikir yang diawali dengan mengambil sebuah teori sebagai dasar pengujian nilai kebenaran/keabsahan teori tersebut. Sebagai langkah pra penelitian, hipotesis atau dugaan sementara dibentuk (misal : penggunaan videotron kurang efektif dalam upaya meningkatkan skor elektabilitas paslon X). Kemudian, langkah ini ditutup
dengan eksperimen (dalam kasus di atas dengan cara memasang videotron di titik-titik strategis di jalan protokol setelah proses revisi video di bagian desain). Dari eksperimen ini kemudian dapat disimpulkan apakah metode penelitian tersebut bersifat memperkuat atau
memperlemah hipotesis.
Contoh logika deduktif dalam kehidupan sehari-hari adalah:
1. Eksperimen sosial dalam bentuk pemberian bantuan sosial untuk mengamati tingkat ketergantungan masyarakat terhadap bantuan sosial dan angka
pengentasan kemiskinan
2. Merancang metode periklanan yang efektif dalam rangka meningkatkan revenue
atau pendapatan start-up
3. Perumusan metode pemasaran yang efektif untuk produk skincare dengan pangsa pasar remaja dan dewasa muda (range usia 16-24 tahun)
Bab 3: Apa itu Metode Ilmiah?
Okasha membawa pembaca dalam perjalanan melalui metode ilmiah, membedah komponennya dan membahas peran mereka dalam penyelidikan ilmiah. Mulai dari pembentukan hipotesis hingga eksperimen dan observasi, dia menjelaskan proses di mana pengetahuan ilmiah diperoleh. Namun,
beberapa pembaca mungkin merasa bab ini kurang memiliki
contoh konkret, sehingga sulit untuk memahami
penerapan praktis dari konsep-konsep ini.
Bab 4: Apakah Hukum Alam Perlu?
Dalam bab ini, Okasha menyelami landasan filosofis dari hukum alam.
Dia menjelajahi berbagai interpretasi, dari pandangan keteraturan Humean hingga
perspektif necessitarian, memberikan pembaca pemahaman yang komprehensif
tentang sifat hukum alam. Namun, argumen filosofis yang padat mungkin membuat
beberapa pembaca enggan untuk sepenuhnya terlibat dengan materi tersebut.
Bab 5: Apa Itu Penjelasan Ilmiah?
Okasha menangani konsep penjelasan ilmiah yang kompleks, menguji model dan kriteria yang berbeda untuk apa yang merupakan penjelasan yang memuaskan. Dia membahas peran kausalitas, hukum alam, dan prediksi dalam penjelasan ilmiah, menawarkan pembaca perspektif yang halus tentang aspek fundamental dari penyelidikan ilmiah. Namun, sifat abstrak bab ini mungkin menimbulkan tantangan bagi pembaca yang mencari contoh konkret.
Bab 6: Apa Itu Teori Ilmiah?
Dalam bab ini, Okasha menjelajahi sifat teori ilmiah, membedah struktur dan fungsi mereka dalam komunitas ilmiah.
Dia membahas perbedaan antara teori dan hipotesis, serta kriteria untuk mengevaluasi keberhasilan dan validitas teori ilmiah.
Meskipun kontennya merangsang intelektual, beberapa pembaca mungkin merasa
diskusi teoretis yang padat sulit diikuti tanpa latar belakang yang kuat dalam filsafat
ilmu pengetahuan.
Bab 7: Apakah Hukum
Ilmu Sosial Ada?
Okasha beralih fokus ke ilmu sosial, mengeksplorasi tantangan dan kontroversi seputar gagasan
hukum dalam penyelidikan ilmiah sosial. Dia membahas peran kompleksitas, agen manusia, dan kontingensi sejarah dalam membentuk fenomena
sosial, memberikan pembaca
pemahaman yang halus tentang masalah epistemologis yang unik dihadapi oleh ilmuwan sosial. Namun, pembaca yang tidak
akrab dengan ilmu sosial mungkin
menemukan bab ini kurang mudah diakses
dibandingkan dengan bab-bab sebelumnya.
Bab 8: Apakah Ilmu Pengetahuan Objektif?
Dalam bab terakhir, Okasha menyelami pertanyaan tentang objektivitas ilmiah,
menjelajahi berbagai faktor yang dapat mempengaruhi objektivitas penyelidikan
ilmiah. Dia membahas bias, nilai, dan pengaruh sosial terhadap penelitian ilmiah, mendorong pembaca untuk mengevaluasi secara kritis sejauh
mana ilmu pengetahuan dapat dianggap objektif. Meskipun kontennya menarik, beberapa
pembaca mungkin menemukan diskusi tentang faktor sosial terlalu abstrak atau
teoretis.
Secara keseluruhan, "Philosophy of Science: A Very Short Introduction" karya Samir Okasha menawarkan eksplorasi yang komprehensif tentang landasan filosofis ilmu pengetahuan. Meskipun teksnya padat dan memerlukan pembacaan yang cermat.
Okasha juga memberikan pembaca
pemahaman yang komprehensif tentang konsep dan perdebatan kunci dalam bidang filsafat ilmu pengetahuan. Terlepas dari peran anda sebagai
seorang filsuf berpengalaman atau seorang pemula yang ingin mengetahui
mengenai bagaimana cara kerja penelitian ilmiah (termasuk logika induktif dan deduktif serta bagaimana membedakan hakikat ilmu sains,pseudosains maupun nonsains) , buku ini menawarkan banyak makanan pemikiran tentang sifat penyelidikan ilmiah.